Senin, 04 Oktober 2010

Sejarah Perkembangan Perundang-undangan

SEJARAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
( oleh Winda Yunita Dewi / 0714 044 )

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 memiliki makna, bahwa Negeri Republik indonesia yang terdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah negara yang berdasar atas hukum ( Rechtstaat ) dalam arti negara pengurus. Hal ini tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab I Bentuk dan kedaulatan Pasal I ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut : ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” kemudian terdapat pula pada bagian pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alenia ke 4 yang berbunyi:

“ … untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”(Penabur ilmu,2002)

Dari kedua sumber tersebut dapat dijelaskan mengenai pengembanan tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum menjadi sangat penting, dalam berbagai bidang. Untuk itu, terjadilah perubahan Undang-undang Dasar 1945.
Adapun tuntutan perubahan UUD NKRI 1945 pada era reformasi tersebut merupakan suatu langkah terobosan yang mendasar karena pada era sebelumnya tidak dikehendaki adanya perubahan UUD NKRI 1945.

”... sistem hukum dan perundang-undangan tersebut diakibatkan pula adanya perubahan UU no.5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah yang telah digantikan dengan UU no.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan terakhir digantikan pula oleh UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mulai berlaku pada tanggal 15 oktober 2004.
Khusus dibidang perundang-undangan, perubahan telah terjadi dengan terbentuknya UU no.10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan undang-undang, yang mulai berlaku pada tanggal 01 november 2004...”

Hal itulah yang menjadi alasan mengenai pentingnya pembahasan perundang-undangan, mengenai perubahan perundang-undangan. Dimana perubahan UUD Republik Indonesia 1945 yang dilakukan oleh MPR merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana yang telah diungkapkan pada bagian awal.
Adapun dasar pemikiran yang melatarbelakangi perubahan UUD Republik Indonesia tahun 1945, antara lain;
1. UUD Republik Indonesia tahun 1945 membentuk struktur ketata negaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi ditangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.
2. UUD Republik Indonesia tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada pemegang kekuasan Eksekutif (Presiden).
3. UUD Republik Indoensia tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang telalu ”luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran (multi tafsir).
4. UUD Republik Indonesia tahun 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan pada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan UU.
5. Rumusan UUD RI tahun 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM) dan otonomi daerah.
Dari dasar pemikiran tersebut, maka dilakukan perubahan yang secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan amandemen UUD 1945, yang harus difahami bahwa perubahan tersebut merupakan suatu rangkaian dan suatu sistem kesatuan.

B. Dasar Yuridis Perubahan UUD 1945.
Mengenai dasar yuridis perubahan UUD 1945 dilihat dari MPR melakukan perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan berpedoman pada ketentuan pasal 37 UUD 1945 yang mengatur prosedur perubahan UUD 1945.
Sebelum melakukan perubahan UUD tahun 1945, MPR dalam sidang istimewa MPR tahun 1998 mencabut ketetapan MPR Nomor 04/MPR/1983 tentang Referendum yang mengharuskan terlebih dahulu penyelenggaraan Referendum secara nasional dengan persyaratan yang demikian sulit sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 oleh MPR.
Adapun mengenai proses pembahasan perubahan UUD 1945 kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir, yaitu;
1. tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
2. tetap mempertahankan negara kesatuan Republik Indoesia.
3. Mempertegas sistem pemerintahan Presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945, yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan dalam pasal-pasal (batang tubuh).
5. melakukan perubahan dengan cara adendum.
C. Peristilahan Perundang-undangan.
Istilah perundang-undangan (Legislation, wetgeving, atau gesetzgebung) dalam beberapa kepustakaan mempunyai dua pengertian yang berbeda.
Dalam kamus umum yang berlaku, istilah legislation dapat diartikan perundang-undangan dan pembuatan undang-undang, istilah wetgeving diterjemahkan dengan pengertian membentuk undang-undang dan keseluruhan dari pada UU negara, sedangkan istilah gesetzgebung diterjemahkan dengan pengertian perundang-undangan .
Menurut Bagir Manan, pengertian peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut;
1. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.
2. merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi,status atau suatu tatanan.
3. merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu.
4. Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan algemeen verbindende voorschrift yang meliputi antara lain; de supra nationale algemen verbindende voorschriften, wet, AmvB, de Ministeriele verordening, de gemeentelijke raadsverordeningen,de provinciale staten verordeningen.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang tersebut diatas, pembahasan mengenai Perundang-undangan mencakup mengenai proses pembentukan peraturan negara, sekaligus pembahasan mengenai peraturan negara yang merupakan hasil dari pembentukan peraturan negara, baik di Pusat maupun di Daerah. Istilah perturan, jelas menunjuk aturan hukum namun istilah perundang-undangan jelas tidak menunjuk istilah Undang-undang.
Dinamika Perundang-undangan”
1. Periode berlaku UUD 1945.
2. Periode berlaku KRIS 1949, konstitusi RIS.
3. Periode berlaku UUDS 1950.
4. Periode berlaku UUD 1945, 1959 sampai dengan sekarang.

D. Pembagian Sejarah Perundang-undangan.
Sejarah Perundang-undangan ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu;
1.Pada tanggal 17 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949
2.Pada tanggal 27 Desember 1949 s/d 15 Agustus 1950
3.Pada tanggal 15 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959
4. Pada tanggal 5 Juli 1959 s/d 5 Juli 1966
5. Pada tanggal 5 Juli 1966 s/d sekarang
Maka, dijelaskan melalui table mengenai pembagian tahapan sejarah perundang-undangan, yaitu sebbagai berikut:

No Tahap Perkembangan Jangka Waktu Bentuk Peraturan Perundang-undangan
1 Di bawah UUD 1945 (18 Agustus 1945) sampai dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949) 5 tahun Undang-Undang (Pasal 5 ayat (1) UUD)
Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (2) UUD)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Pasal 22 UUD)
2 Di bawah Konstitusi RIS (27 Desember 1949) sampai dengan ditetapkannya UUD Sementara RI (15 Agustus 1950) 8 bulan Undang-Undang (Pasal 127 Konstitusi RIS)
Peraturan Pemerintah (Pasal 141 Konstitusi RIS)
Undang-Undang Darurat (Pasal 139 Konstitusi RIS)
3 Di bawah UUD Sementara RI (15 Agustus 1950) sampai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 9 tahun Undang-Undang (Pasal 89 UUDS)
Peraturan Pemerintah (Pasal 98 UUDS)
Undang-Undang Darurat (Pasal 196 UUDS)

Ketiga perkembangan di atas, merupakan perkembangan yang “wajar” dan “jelas”, karena adanya perbedaan tiga UUD yang menjadi pokok pangkalnya. Sedangkan perkembangan selanjutnya yaitu sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai tanggal 5 Juli 1966 merupakan perkembangan yang ditandai oleh kondisi “darurat” dan karenanya menjadi “tidak wajar,” sebagai akibat adanya Dekrit Presiden dan munculnya suatu bentuk penyelewengan. Penyelewengan dalam hal legislasi ini adalah dengan munculnya dua jenis peraturan perundang-undangan yang baru yang menandai wewenang presiden yang terlalu berlebihan dalam konteks Demokrasi Terpimpin pada masa pemerintahan Soekarno. Kedua peraturan ini dikenal dengan nama Penetapan Presiden (Surat Presiden RI tanggal 20 Agustus 1959 No. 2262/HK/59) dan Peraturan Presiden (tanggal 22 september 1959 No. 2775/HK/59). Kedua peraturan baru ini sama sekali tidak disebut dalam UUD 1945, namun kedudukan dan perannya bahkan melebihi ketiga bentuk perundang-undangan yang telah diatur sebelumnya dalam UUD 1945.
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai awal 1966, terdapat sekitar 76 buah Penetapan Presiden dan 174 buah Peraturan Presiden yang terdapat dalam lembaran negara. Secara yuridis formal, perkembangan ini berakhir pada tanggal 5 Juli 1966 yaitu dengan ditetapkannya Ketetapan MPRS No XIX/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk MPRS yang Tidak Sesuai Dengan UUD 1945.
Dalam hubungan dengan pengaturan peraturan perundang-undangan, ketiga UUD yang pernah berlaku di negara kita mengaturnya dalam jumlah pasal yang tidak sama, antara lain:
1. UUD 1945 hanya memuat empat pasal (Pasal 5, 20, 21 dan 22)
2. Konstitusi RIS memuat 17 pasal (Bagian II; dari Pasal 127 sampai dengan Pasal 143)
3. UUDS RI memuat 12 pasal (Bagian II; dari Pasal 89 sampai dengan Pasal 100)
Berkaitan dengan proses penyusunan suatu rancangan undang-undang, sejarah peraturan perundang-undangan mencatat paling tidak sejak tanggal 29 Agustus 1970, semua menteri dan kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen (LPND) harus berpedoman kepada Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 15 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Setelah melewati kurun waktu 20 tahun dan dipandang perlu adanya penyempurnaan kembali tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana diarahkan dalam Inpres No. 15 Tahun 1970, maka diterbitkanlah Keputusan Presiden (Keppres) No 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.

E. Perbandingan Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945.
Pembahasan mengenai perbandingan sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945, sebelum adanya perubahan UUD 1945 persoalan yang dibahas adalah mengenai Ketetapan MPR mempunyai kedudukan setingkat lebih rendah daripada UUD 1945, padahal keduanya dibentuk oleh sebuah lembaga yang sama yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Apabila dari fungsi dari Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR);
Fungsi I : Menetapkan Undang-undang Dasar.
Fungsi IIa : Menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara.
II b: Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Dilihat dari fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat diatas, telah jelas bahwa kedudukan yang paling utama adalah bagian awal, yaitu Menetapkan Undang-undang Dasar. karena pada bagian kedua, dapat dilaksanakan secara teratur dalam jangka waktu lima tahun sekali, yaitu pada waktu Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang.
Sedangkan Setelah perubahan UUD 1945, terdapat perubahan mendasar pada fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu;
Fungsi I : Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.
Fungsi II : Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Fungsi IIIa: Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
IIIb: Memilih wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan),
IIIc: Memilih Presiden dan Wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan)

F. Kesimpulan.
Undang-Undang pertama kali yang disahkan setelah berlakunya UUD 1945 adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Komite Nasional Daerah yang terdiri atas enam pasal (disahkan pada tanggal 23 November 1945)
Perkembangan yang “wajar” dan “jelas” dalam Sejarah Perundang-undangan, karena adanya perbedaan ketiga UUD yang menjadi pokok pangkalnya. Sedangkan perkembangan selanjutnya yaitu sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai tanggal 5 Juli 1966 merupakan perkembangan yang ditandai oleh “kedaruratan” akibat adanya Dekrit Presiden dan munculnya suatu bentuk penyelewengan (munculnya dua jenis peraturan perundang-undangan yang baru dengan nama Penetapan Presiden (Surat Presiden RI tanggal 20 Agustus 1959 No. 2262/HK/59) dan Peraturan Presiden (tanggal 22 september 1959 No. 2775/HK/59)). Kedua peraturan baru ini sama sekali tidak disebut dalam UUD 1945, bahkan kedudukan dan peranannya melebihi ketiga bentuk perundang-undangan yang telah diatur sebelumnya dalam UUD 1945. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai awal 1966, terdapat sekitar 76 buah Penetapan Presiden dan 174 buah Peraturan Presiden yang terdapat dalam lembaran negara. Secara yuridis formal, perkembangan terakhir ini berawal pada tanggal 5 Juli 1966 yaitu dengan dikumandangkannya Ketetapan MPRS No XIX/1966 tentang peninjauan kembali produk-produk legislatif negara di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
Berkaitan dengan proses penyusunan suatu rancangan undang-undang, sejarah peraturan perundang-undangan mencatat paling tidak sejak tanggal 29 Agustus 1970, semua Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen harus berpedoman kepada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Pada saat itu, pertimbangan ditetapkannya Inpres tersebut adalah untuk menciptakan tertib hukum dan peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi penyelenggaraan tugas pemerintah.




























DAFTAR PUSTAKA

Indrati, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-undangan jilid 1. Jakarta : Penerbit KANISIUS.
Sekertariat Jendral MPR RI. 2006. Panduan Pemasyarakatan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta.
Sudarwo, Iman. 1988. Cara Pembentukan Undang-undang dan Undang-undang Protokol. Surabaya : Penerbit INDAH.
www.parlemen.net 2007.PSHK(Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia).
www.parlemen.net/ind/uud_sejarah.php
Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya. 2002. Penabur Ilmu.

Selasa, 27 Juli 2010

Pendapat mengenai Kriteria Wanita Muslimah

Dilihat dari pemahaman kalimat mengenai "Kriteria Wanita Muslimah" berbagai wanita anyak yang berupaya untuk memenuhi persyaratan tersebut, dari hal tata bicara, tutur kata sampai kepada fisik atau lahiriah..
Dan hal tersebut juga mendorong akan Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih. Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri.

Tertarik pada blog Rumaysho.com.... hal ini yang menjadi kriteria dari wanita idaman. simak ni di simak ya..
1. Agamanya baik.
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.[3]
nah, makanya hal yang paling wahid ntu yach agama...ntar deh cantikk ataupun kaya..

2. Menjaga Aurat.
Aurat, kadang banyak persepsinya ada yang bilang asal sopan aja uda mengjilangkan mudharat. namun seluruh tubuh.. nih yach tak cantumi dasarnya:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[5] Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:

1. Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
2. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[6]

Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.vv

3. Betah Tinggal dirumah.(ehem...sama aquw mendeb dirumah..hehe...huft, masya'Allah jd Riya' ni)
ini ni maksudnya poin ini, Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[14]

nah, besederhanalah kita untuk menjaga umabaran nafsu syahwat.. karena hal itu akan menimbulkan mudharat. (betul ? hehe)


4. Punya Sifat Malu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[17]

Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!

Tidak cukup sampai di situ kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat mereka tatkala datang untuk memanggil Musa 'alaihis salaam; Alloh melanjutkan firman-Nya,

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa malu, ia berkata, 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.'" (QS. Al Qashash : 25)

Buat perempuannya semoga bacaan ini menjadikan kita lebih bisa mawas diri..

Hmmm....semoga bermanfaat.amiin.

Selasa, 16 Februari 2010

tahu kah ANDA? kita bisa.

Taukah dengan sistem pemerintahan, dan kondisi sosial kita?
andai saya punya otak yg cukup mampu untuk mengingat n memory yg kuat. Pngend bgt menjadikan itu yg terbaik. tp, saya yakin semua yang dilakukan itu terbaik. ntah tu terbaik bua dia atau buat semua... seandainya juga, saya mampu melakukan itu, akan ku bawa nama indonesia. akn ku terobos semua rekor. itu cuma buat indonesia.
tapi, saya bukan orang yang pintar, dan kuat ingatan... satu hal yang saya bisa lakukan yaitu 3M (mencatat n menulis serta mengaplikasikan).
Dan benar, kalau dikatakan keberhasilan itu dicapai dari ruang lingkup yang kecil dahulu. yaitu kita pribadi..
Nilai yang paling berharga adlah harkat, tapi nilai harkat kita sudah jatuh.... jatuh terpuruk. coba lihat, stiap link yang saling menyindir satu sama lain, coba fahami semua ini..... kita semua sama, yaitu MAHLUK HIDUP ( MANUSIA ).

Kadang, saya jg sering seperti itu, namun hal yang saya lakukan bukan menjatuhkan tapi melengkapi. kalau bisa masalah kita INDONESIA jgn disebarluaskan. tapi, keberhasilan itu yg ditampakkan. skli lagi bukan untuk "pmer" tapi berusaha saling melengkapi. percuma kita bukan debat yang hal kecil. coba kita debat bagimana menciptakn tenaga BUMN yng baru.

Selasa, 02 Februari 2010

Undangan Arisan Keluarga Besar Palembang

Kepada,
Yth …………..
Di tempat


Hal : Undangan Silaturahmi Palembang, Februari 2010

Assalamu’alaikum Wr Wb,
Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah swt, yang mana kita telah diberikan kesehatan, keselamatan dan kenikmatan.
Dengan ini diinformasikan bahwa kita akan mengadakan kegiatan rutin setiap satu bulan sekali berupa arisan keluarga, sebesar Rp. ……………,- yang mana kegiatan ini adalah untuk “mempererat tali silaturahmi” untuk nama keluarga besar Palembang, yang mana kita bisa saling kenal dan dekat.
Maka kami mengundang keluarga besar, untuk hadir dalam acara kegiatan Arisan Keluarga Palembang. Insya Allah akan diadakan pada :
Hari / Tanggal : Sabtu / Februari 2010.
Waktu : 15.00 wib s/d selesai.
Tempat : dikediaman…………
Demikian undangan ini, semoga Allah SWT meridhoi setiap aktifitas kita, Amin. Billahittaufik wal hidayah
Wassalamu’alaikum wr wb.

Anggota Keluarga

Rabu, 23 Desember 2009

Harapan BUat Kedepan Syariah Falak Community ( SFC )

Harapan BUat Kedepan Syariah Falak Community ( SFC )
SFC mengadakan Rapat Umum
PanPel SFC membuat jadwal pertemuan.
Sekertaris membuat Laporan disetiap Kegiatan yang dilaksanakan
Bultein 1 bulan sekali.
Pertemuan SFC
Buat Jadwal untuk fakultas setiap kelompok.

Harapan BUat BEMJ-AS
Departmen melaksanakan setiap kegiatan, coordinator sebagai penanggung jawab keseluruhan kegiatan dalam tiap departemen.
Pelaksanaan Kegiatan, WAJIB di Rapat Anggota Perdeaprtemen, lalu konfirmasi pada Rapat UMum ( Global ).
Sekertaris memperbaiki semua laporan yang diberikan per-departemen untuk dibuat laporan. Dan hubungannya dengan Bupati AS
Bendahara Me-Manage setiap pengeluaran dan pemasukan. Bendahara wajib membuat laporan akhir, dan konsultasi kepada BUpati / Wabup AS.
Kegiatan Pembinaan seperti halnya, KAS/KIPAS, SFC, Tahsinul Qira’ah tetap dijalankan pada periode selanjutnya.


“ Kehidupan adalah Jalan Menuju Singgahsana
Ayah & Ibuku adalah Spirit hidupku “
( _Green*Life_)

Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum Acara Peradilan Agama
Proses Berpekara dalam Administrasi di Pengadilan Agama
created by winda yunita dewi ( 0714 044 )

1. Penggugat baik seorang atau lebih membuat surat gugatannya yang disertai dengan syarat-syaratnya yaitu fotocopy akta nikah, fotocopy KTP dan membayar biaya perkara.
2. Surat Gugatan. Bentuk dan isi dari surat gugatan tersebut, ada identitas para pihak, fakta-fakta atau hubungan hukum kedua belah pihak, dan adanya petitum atau tuntutan.
3. Bentuk Gugatan. Ada yang tertulis, bentuk tertulis harus memenuhi syarat formal berupa tanda tangan dan bermaterai cukup sesuai dengan ketentuan peraturan materai yang berlaku, gugatan in berbentuk tertulis inilah yang disebut “surat gugatan”, dan bentuk lisan, itu bagi penggugat yang buta huruf, dan diajukan pada ketua pengadilan untuk mencatat atau menyuruh catat kepada salah satu pejabat pengadilan.
4. Gugatan tersebut tetap disampaikan kepada Panitera Pengadilan walaupun dialamatkan kepada ketua pengadilan. Sesuai pasal 121 ayat (1) HIR atau pasal 145 ayat (1) RBG. Panitra akan meneliti setiap berkas perkara dengan teliti. jika dalam berkas perkara ada kesalahan ataupun kekurangan maka berkas perkara dikembalikan kebawah. Jika dianggap sudah lengkap dan benar maka berkas perkara diserahkan kepada hakim ketua untuk dibaca dan dipelajari, kemudian menunjuk hakim majlis yang dilakukan oleh panitera.
5. Berita Acara Perkara tersebut dialamatkan kepada Ketua Pengadilan dengan permintaan, agar pengadilan :
- menentukan hari persidangan.
- Memanggil penggugat dan tergugat.
- Memeriksa perkara yang diajukan penggugat kepada tergugat.


- Kemudian hakim memerintahkan panitera untuk memanggil Penggugat dan tergugat.
6. Panitera memerintahkan Jurusita untuk memanggil penggugat dan tergugat ditempatnya. Selain memanggil penggugat dengan tergugat ,menggunakan surat Relas, Jurusita juga menempelkan pengumuman
7. Pemohon wajib membayar ongkos perkara. Didalam pasal 121 ayat (4) HIR atau pasal 145 ayat (4) RBG menegaskan syarat formal gugatan, agar gugatan resmi dapat diterima dan didaftarkan dalam buku Registrasi perkara, dengan menggunakan “panjar” ongkos perkara.
8. Hakim, apabila perkara yang ditangani itu tidak terlalu rumit maka hakimnya itu hakim tunggal. Namun apabila perkara itu rumit maka hakimnya hakim majelis. Hakim Tunggal itu hakim yang hanya satu saja, hakim Majelis itu ada tiga, terdiri dari hakim ketua dan 2 hakim anggota. Tujuannya agar dapat menetapkan suatu kepastuan hukum yang tetap.

HARTA BERSAMA

HARTA BERSAMA
PENDAHULUAN
Persoalan yang akan dibahas kali ini adalah tentang harta bersama, adanya apa yang disebut dengan harta bersama dalam istiadat dalam sebuah negeri yang tidak memisahkan antara hak milik suami dan istri. Harta bersama tidak ditemukan dalam masyarakat islam yang adat istiadatnya memisahkan antara harta suami dan istri dalam sebuah rumah tangga. Dalam masyarakat seperti ini, hak dan kewajiban dalam rumah tangga terutama yang berhubungan dengan pembelanjaan, diatur secara ketat. Harta pencarian suami selama dalam perkawinannya adalah harta suami, bukan dianggap harta bersama dengan istri. Istri berkewajiban memelihara harta suami yang berada dalam rumah. Bilamana istri mempunyai penghasilan, maka hasil usahanya itu tidak dicampur baurkan dengan harta suami tapi disimpan sendiri secara terpisah. Andaikan suatu saat suami mendapatkan kesulitan dalam pembiayaan maka jika suami memakai uang istri untuk menutupi pembiayaan rumah tangganya, berarti suami telah berhutang pada istri yang wajib dibayar kemudian hari. Dalam kondisi seperti ini, bilamana setelah seorang meninggal dunia, maka tidak ada masalah tentang pembagian harta bersama karena harta masing-masing telah berpisah dari semula.
Lain halnya dengan masyarakat islam dimana adat istiadat yangberlaku, dalam urusan rumah tangga tidak ada lagi pemisahan antara harta suami dan harta istri. Harta pencarian suami bercampur dengan harta hasil pencarian istri. Dalam rumah tangga seperti ini, rasa kebersamaan lebih menonjol dan menganggap akad nikah mengandung persetujuan kongsi dalam membina kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, seluruh harta yang diperoleh setelah terjadinya akad nikah, dianggap harta bersama suami istri. Tanpa mempersoalkan jerih payah siapa yang paling banyak dalam usaha mencari harta itu.



PEMBAHASAN.
Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh suami istri selama dalam ikatan perkawinan. Hal ini diatur dalam pasal 35 UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu;
1.Harta Benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2.Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah / warisan sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Dan pengertian pasal 35 diatas, dapat difahami bahwa segala harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan diluar harta warisan, hibah, dan hadiah merupakan harta bersama, karena itu harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan diluar harta warisan, hibah dan hadiah merupakan harta bersama, karena itu harta yang diperoleh suami dan istri berdasarkan usahanya masing-masing merupakan milik bersama suami dan istri. Lain halnya harta yang diperoleh masing-masing suami dan istri sebelum akad nikah yaitu harta asal / harta bawaan. Harta asal itu akan diwarisi oleh masing-masing keluarganya bila pasangan suami dan istri itu meninggal dan tidak mempunyai anak. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah An-nissa’ ; 32;
                                                               
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Isyarat dari pengesahan ayat diatas, yang dijadikan sumber acuan pasal 85,86 dan 87 khi yaitu sbb:
Pasal 85 KHI
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menututup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.

Pasal 86 KHI
1.Pada dasarnya tidak ada percampuran antra harta suami & harta istri karena perkawinan
2.Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian harta suami tetpa menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.

Pasal 87 KHI
1.Harta bawaan dan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah warisan adalah dibawah kuasa masing-masing sepanjand para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2.Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untukmelakukan perbuatan hukum atas harta masing-massing berupa hibah hadiah, shadaqah, dan untuk lainnya.




Mengenai penggunaan harta bersama suami istri / harta dalam perkawinan diatur dalam pasal 36 ayat (1) UUP, yang menyatakan bahwa mengenai harta bersama suami / istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Lain halnya dengan penggunaan harta asal / harta bawaan penggunaannya diatur dalam pasal 36 ayat (2) UUP, yang menyatakan bahwa menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing.
Hak suami/istri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing didalam KHI juga diatur secara rinci dalam pasal 89 & 90.
Pasal 89 KHI
“ Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri maupun hartanya sendiri.”
Pasal 90 KHI
“ Istri turut bertanggungjawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya.”
Pengaturan kekayaan harta bersama diatur dalam pasal 91 KHI.
1.Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 diatas dapat berupa benda berwujud/tidak berwujud.
2.Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga.
3.Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
4.Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya.
Pasal 91 KHI diatas, dapat difahami bahwa adanya perbedaan kehidupan social di Jerman Nabi Muhammad dengan kondisi social saat ini, saat ini ditentukan harta berupa surat-surat berharga seperti ( polis, saham, cek,dll ). Oleh karena itu, pengertian harta kekayaan menjadi luas jangkauannya, sebab tidak hanya barang-barang berupa materi yang langsung dapat menjadi bahan makanan melainkan termasuk non materi berupa jasa dan sebagainya. Yang penting adalah penggunaan kekayaan dimaksud, baik kepentingan bersama harus selalu berdasarkan musyawarah sehingga akan tercapai tujuan perkawinan.
Kalau kekayaan bersama digunakan oleh salah satu pihak, tetapi tidak berdasarkan persetujuan pihak lainnya, maka tindakan hukum yang demikian tidak terpuji. Karena itu, baik suami maupun istri tanpa persetujuan keduanya dalam menggunakan harta bersama menurut hukum islam tidak diperbolehkan. Pasal 92 KHI mengatur mengenai persetujuan penggunaan harta bersama: “ suami istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama “.
Penggunaan harta bersama lebih lanjut diatur dalam pasal : 93, 94, 95, 96, & 97 KHI.
Pasal 93 KHI.
1.Pertanggung jawaban terhadap utang suami/istri dibebankan pada hartanya masing-masing.
2.Pertanggung jawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga dibebankan kepada harta bersama.
3. Bila harta suami tidak mecukupi, dibedakan kepada harta suami
4. Bila harta suami tidak ada atau tiadak mencukupi dibedakan kepada harta istri.
Pasal 94 KHI
1.Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing karena pisah dan berdiri sendiri.
2.Pemilikan harta bersama dari perkawina seorang suami yang memiliki istri yang lebih dari seorang sebagaimana tersebut pada ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawina yang kedua, ketiga atau yang keempat.
Pasal 95 KHI
1.Dengan tidak menggurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf C peraturan pemerintah no 9 thn 1995 & pasal : 196 ayat (2), suami atau istri bisa meminta pengadilan agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya pemohonan gugatan cerai, apa bila salah satunya melakukan perbuatan yang merugikan & membahayakan harta bersama misalnya judi, mabuk, boros dan sebagainya.
2.Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.

Pasal 96 KHI
1.Apabilla terjadi cerai mati, maka separuh harta besama menjadi hak pasangan hidup yang lama.
2.Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istrin yang istrinya atau suami hilang harus ditangguhkan sampai ada keputusan matinya yang hakiki atau matinya ssecara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.

Pasal 97 KHI
Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak dari seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawina.









Dalam pandangan Islam terhadap Harta Bersama
1.Harta Bersama dalam perundang-undangan.
Dalam pasal 119 KUHPerdata dikemukakan bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan, secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara harta kekayaan suami & istri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan dengan ketentuan lain. Persatuan harta kekayaan itu sepanjang perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh ditiadakan / diubah dengan suatu perjanjian antara suami & istri apapun jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu suami istri itu harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam pasal 139-154 KUHPerdata ( Abdul manan,2008;104 )
Menurut UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 35-37 dikemukakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Masing-masing suami istri terhadap harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah/warisan adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Tentang harta bersama ini, suami/istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu/tidak berbuat sesuatu atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belah piahk. Dinyatakan pula bahwa suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bersama tersebut apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama tersebut diatur masing-masing kemudian dalam pasal 128-129 KUH Perdata, dinyatakan bahwa apabila putusnya tali perkawinan antara suami istri maka harta bersama itu dibagi dua antara suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu sebelumnya diperoleh.(ibid;105)
Berdasarkan hal tersebut diatas, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat 4 macam harta keluarga (gezims good ) dalam perkawinan ;
1.harta yang diperoleh dari warisan, baik sebelum mereka menjadi suami istri maupun setelah mereka melangsungkan perkawinan. Harta ini di Jawa Tengah disebut barang gawaan, di betawi disebut barang usaha, dibanten disebut dengan barang sulur, di Aceh disebut harta tuha/harta pusaka, dinganjuk dayak disebut petimbug.

2. harta yang diperoleh dengan keringat sendiri sebelum mereka menjadi suami istri. Harta yang demikian ini di Bali disebut disebut guna kaya ( lain dengan guna kaya di sunda ) disumsel dibedakan dengan harta milik istri ( harta penantian ) dan harta milik suami ( harta pembujangan ) sebelum menikah.
3. harta dihasilkan bersama oleh suami istri selama berlangsungnya perkawinan. Harta ini di Aceh disebut harta seuhareukat dibali disebut druwe gebru, di jawa disebut harta gono gini, diminangkabau disebut harta saurang, dimadura disebut ghuma ghuma, dan di sul-sel disebut barang cakkar.
4. harta yang didapat oleh pengantin pada waktu pernikahan dilaksanakan, harta ini menjadi milik suami istri selama perkawinan ( ibid;106-107).
Semua harta yang diperoleh suami istri selama dalam ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta itu diperoleh secara bersama-sama. Demikian juga dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung, adalah menjadi harta bersama, tidak menjadi soal apakah istri/suami yang membeli dan yang mengetahui saat pembelian itu, serta atas nama siapa harta itu didaftarkan.

2.Harta Bersama dalam Hukum Islam
Dalam kitab-kitab suci tradisional, hart bersama diartikan sebagai harta yang dihasilkan oleh suami istri selama mereka diikat oleh tali perkawinan / dengan perikatan lain disebutkan bahwa harta harta bersama itu adalah harta yang dihasilkan dengan jalan syirkah antara suami istri sehingga terjadi percampuran harta yang satu denga yang lain dan tidak dapat dibedakan lagi. Dasar hukumnya ; Qs.An-nissa;32 yang dibahas pada awal bagian diatas. Dimana jelas bahwa bagi semua laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan semua wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan pula.”(ibid;109).
Dikalangan madzhab syafi’i terdapat 4 macam yang disebut harta syarikat ( disebut juga syarikat, syarkat, syirkat ) yaitu;
1.Syarikat ’inan yaitu; dua orang yang berkongsi didalam harta tertentu, misalnya bersyarikat didalam membeli suatu barang dan keuntungannya untuk mereka.
2.Syarikat Abdan yaitu dua orang / lebih bersyarikat masing-masing mengerjakan suatu pekerjaan dengan tenaga dan hasilnya ( upahnya ) untuk mereka bersama. Menurut perjanjian yang mereka buat seperti tukang kayu, tukang batu, mencari ikan dilaut, berburu dan lain-lain.
3.Syarikat Mufawadlah, yaitu perserikatan dari 2(dua) orang / lebih untuk melakukan / melaksanakan suatu pekerjaan dengan tenaganya yang masing-masing diantara mereka mengeluarkan modal, menerima keuntungan dengan tenaga & modalnya, masing-masing melakukan tindakan meskipun tidak diketahui oleh pihak lain.
4.Syarikat wujub, yaitu syarikat atas tanpa pekerjaan ataupun harta yaitu permodalan dengan dasar kepercayaan pihak lain kepada mereka. ( ibid;110)

Simpulan.
Dapat disimpulkan bahwa harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri. Harta tersebut dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga sedang yang tidak berwujud bisa berupa hak atau kewajiban. Keduanya dapat dijadikan jaminan. Oleh salah satu pihak atas persetujuan dari pihak lainnya suami istri tanpa persetujuan dari salah satu pihak tidak diperbolehkan menjual/memindahkan harta bersama tersebut. Dalam hal ini suami maupun istri mempunyai pertanggungjawaban untuk menjaga harta bersama.
Dalam hal pertanggungjawaban hutang, baik terhadap hutang suami maupun istri, bisa dibedakan pada hartanya masing-masing, sedang terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga maka dibebankan pada harta bersama. Akan tetapi, bila harta bersama tidak mencukupi, maka dibebankan pada harta suami. Bila harta suami tidak ada/ tidak mencukupi, maka dibebankan pada harta istri. ( selamet abidin.1999;183)