Selasa, 03 November 2009

pra perkawinan

PRA PERKAWINAN ADAT SUMATRA SELATAN*

Pengantar.

Dalam makalah ini membahas mengenai Pra Perkawinan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mengetahui tentang perkawinan. Karena pada hakikatnya, perkawinan ini pada beberapa adat daerah berbeda-beda. Untuk itu, pemakalah berusaha untuk mengupas masalah pra perkawinan yang ada di Provinsi Sumatra Selatan. Dimana, pada sub pokok pembahasan ini, akan difahami mengenai; 1. Budaya Tunang, 2, Budaya Lamaran yang terdiri ; adat pelangkahan, antar-antaran, Jujur(Pintaan, uruf kain ). 3, Tinggal Serumah menjelang perkawinan. Seperti yang diterangkan pada sub pokok bahasan pada makalah ini, pemakalah akan membahasnya bagaimana adat Sumatra Selatan dalam budaya tunangan, budaya lamaran, dan Tinggal serumah menjelang perkawinan.

Pengertian.

Sebelum mengetahui mengenai isi sub pokok bahasan ini, lebih lanjut akan dibahas mengenai pengertian;

1. Budaya Tunangan.

Secara harfiah, tunangan itu berasal dari kata “ tunang” yang berarti “ikatan” yang berasal dari daerah Ogan Ilir.

Sedangkan pengertian tunangan menurut pemnangku adat daerah Ogan Ilir, tunangan itu sendiri merupakan suatu ikatan antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan dengan cara saling menukar cincin sebagai tanda bahwa mereka berdua tidak boleh diganggu oleh orang lain.

Menurut bahasa Jawa Kuno, Tunangan ini disebut dengan menyengguk yang artinya, “ masang pagar “, maksudnya agar siperempuan yang diinginkan untuk dinikahi oleh laki-laki tersebut tidak diganggu atau diambil oleh laki-laki lain.

Dalam buku hukum adat simbur cahaya.

“ jika bujang gadis akan bertunangan, hendaklah orangtua bujang mengantarkan juadah ( semacam dodol ) kepada kerio ( kepala desa ) dan penggawa ( kepala dusun ), maka dianggap resmilah pertunangan itu, terang namanya.”

Maksudnya, apabila calon mempelai laki-laki dan perempuan akan bertunangan, maka orangtua calon mempelai laki-laki harus mengantarkan makanan kepada pemanggu adat,maka dianggap resmilah pertunangan itu sehingga terang namanya.[1]

2. Budaya Lamaran.

Pengertian dari Lamaran, berarti Keluarga Laki-laki menemui pihak keluarga perempuan untuk menyatakan keinginannya menikahi anak perempuan dari keluarga perempuan tersebut dengan membawa pintaan.[2].

Menurut Adat Palembang, istilah lamaran itu dikenal dengan ngebet. Ngebet disini berarti Utusan pihak laki-laki dating kembali ketempat calon mempelai perempuan untuk mengikat antara laki-laki dan perempuan tersebut dan terdapat istilah pula dalam Budaya Lamaran adat palembang, yaitu “ Nemuke Kato” dengan membawa gegawan dan tiga tenong.[3] Dalam budaya Lamaran ini, ada pula beberapa hal yang dikenal didalamnya.

a. Adat Pelangkahan.

Menurut Susilawati dalam skripsinya yang berjudul “ Tinjauan hukum islam tentang adat pelangkahan dikelurahan 36 ilir tangga buntung, Palembang.” Tahun terbit 2007. Yang menyatakan bahwa Pelangkahan yaitu adanya pemberian pelangkahan pada saat setelah acara “ putus rasa” dimana ini terjadi apabila seorang adik menikah lebih dahulu dari saudara-saudaranya yang lebih tua, maka adik wajib memberikan pelangkahan kepada saudara yang dilangkahi tersebut. Mengenai pemberian tersebut sesuai dengan kemampuan siadik.

Menurut Kompilasi Adat Istiadat( 2764/2000), pelangkahan adalah pemberian suatu barang oleh mempelai laki-laki kepada saudara laki-laki dan atau saudara perempuan dari mempelai perempuan atau saudara laki-laki dan atau saudara perempuan dari mempelai perempuan yang lebih tua dan belum kawin.

Maka, pelangkahan disini merupakan Bila Seorang perempuan yang akan menikah sedang dia memiliki saudara perempuan yang lebih tua yang belum menikah, maka kedua belah pihak ( calon mempelai laki-laki dan perempuan ) mengadakan musyawarah untuk memberikan sesuatu kepada saudara perempuan yang lebih tua tersebut.

b. Adat Antar-antaran.

Pengertian antar-antaran adat Ogan Ilir merupakan keluarga calon mempelai laki-laki menjemput calon perempuan untuk dibawa kerumahnya untuk melakukan persiapan fhoto-fhoto dan persiapan pernikahan. Sesudah itu, kedua calon mempelai beserta keluarga masing-masing menuju kediaman calon mempelai perempuan melakukan akad nikah.

c. Jujur ( Pintaan, uruf kain ).

Jujur atau pintaan ; dalam adat palembang sering dikenal dengan “berasan” yang berasal dari bahasa melayu artinya bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga mejadi satu keluarga besar.

Menurut Syariah Agama islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin, sementara menurut adat istiadat, kedua belah pihak akan menyepakati adapt apa yang akan dilaksanakan.

Pada Kompilasi Adat Istiadat Musi Banyuasin, Pasal 36, pada perkawinaan jujur semua kegiatan termasuk peminangan dengan segala tata caranya dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki yang berakibat istri mengikuti suami/bertempat tinggal bersama suami dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawiinan tersebut adalah sebagai penerus keturunan suami ( pihak suami ).

3. Tinggal serumah menjelang perkawinan.

Tinggal serumah menjelang perkawinan menurut pemangku adat Ogan Ilir merupakan kedua calon mempelai dikumpulkan dalam satu rumah, yang tujuannya untuk mempersiapkan diri untuk melakukan akad nikah kemudian apabila telah siap kedua calon mempelai, maka akan dipanggil untuk melaksanakan akad nikah.

Pelaksanaan Pra Perkawinan Adat Sumatra Selatan.

Pelaksanaan Pra Perkawinan yang akan dibahas didalam makalah ini, mengenai adat Palembang.

a. Madik.

Madik itu berasal dari bahasa jawa kawi, yang berarti mendekat atau pendekatan. Madik adalah suatu proses penyelidikan atas seorang perempuan yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga laki-laki. Pertama-tama, keluarga calon mempelai laki-laki mengadakan observasi (pengamatan) terhadap calon mempelai wanita dan keluarganya. Begitu juga sebaliknya, keluarga calon mempelai perempuan mengadakan observasi pula terhadap calon mempelai laki-laki dan keluarganya. (http://karimsh.multiply.com/journal/item/12)

Madik yang sekarang ini sudah jarang dilakukan dan jarang terdengar mungkin hanya sebagian masyarakat asli palembang yang melakukannya, karena perkembangan zaman tetapi yang masih sering terjadi adalah “rasan tuo”[4].

b. Menyengguk.

Menyengguk berasal dari jawa kuno, yang artinya “memasang pagar”[5]. Prosesnya, keluarga calon mempelai laki-laki membawa tenong atau sangkek yang terbuat dari anyaman bamboo yang isi dari sangkek itu sesuai dengan apa yang diinginkan calon mempelai perempuan. Setelah itu dikenal pula dengan istilah “Ngebet” ( pihak laki-laki kembali lagi berkunjung).

Namun ,sekarang ini menyengguk dan ngebet jarang dipakai dan sering dikenal dengan “tunangan” seperti yang dijelaskan pada bagian awal tadi.

c. Berasan

Berasan berasal dari bahasa melayu artinya bermusyawarah. Pada tahap ini, calon mempelai perempuan diperkenalkan kepada pihak keluarga calon mempelai laki-laki, biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa-basi. Kemudian, setelah jamuan makan siang, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama islam. Dan penetapan hari berlangsungnya acara akad nikah.

Terdapat pada pasal 4 tentang Upacara Adat upacara meminang (paragraph I). yang menyatakan “ dalam adat berasan berlaku “terang”, oleh karena itu harus diketahui atau disaksikan oleh keluarga belah pihak dan diberitahukan kepada lurah dan pemangku adat setempat”

Dalam pasal ini jelas, diterangkan mengenai “terang”, yang merupakan salah satu pemaparan mengenai proses dari berasan atau yang sering kita kenal dengan “ tunangan”.

d. Mutuske Kato

Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam hal yang berkaitan dengan:"hari ngantarke belanjo" hari pernikahan, saat Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap atau Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama. Saat 'mutuske kato' rombongan keluarga pria mendatangi kediaman pihak wanita dimana pada saat itu pihak pria membawa 7 tenong yang antara lain berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang dan buah-buahan. Selain membuat keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan (menyerahkan) persyaratan adat yang telah disepakati saat acara berasan. sebagai contohnya, bila sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng, maka pihak pria pada saat mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket cukitan. Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Disusul acara sujud calon pengantin wanita pada calon mertua, dimana calon mertua memberikan emas pada calon mempelai wanita sebagai tanda kasihnya. Menjelang pulang 7 tenong pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan isian jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.

e. Nganterke Belanjo.

Prosesi “nganterke belanjo” biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara Munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja. Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon mempelai pria ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula'enjukan' atau permintaan yang telah ditetapkan saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut masyarakat Palembang 'adat ngelamar' dari pihak pria (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak wanita berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang dilentakan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar selendang songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang'timbang pengantin' 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda.

Simpulan.

Dari pemaparan mengenai “ Pra perkawinan adat Sumatra Selatan”, ternyata pada saat sebelum perkawinan, masyarakat juga memakai atau mengkolaborasikan dengan hokum islam didalam hukum adat, itu terlihat pada bagian mutuske kato, pada bagian ini sebagian masyarakat mempercayai bulan-bulan yang baik, Munggah misalnya, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama.

Kemudian pemakalah juga dapat memberi simpulan mengenai sub pembahasan dari pra perkawinan adat Sumatra selatan ini, yakni adanya budaya tunangan, budaya lamaran, dan tinggal serumah menjelang perkawinan. Dalam budaya tunangan ini, masyarakat adat palembang mengistilahkannya dengan Menyengguk. Yang tujuannya untuk menyatukan kedua keluarga. Kemudian budaya lamaran, masyarakat adat palembang mengistilahkan dengan ngebet. Yang tujuannya, untuk mengikat calon mempelai antara calon mempelai laki-laki dan perempuan tersebut. Dan Tinggal Serumah disini, bukan dalam istilah kumpul kebo[6], Tinggal serumah menjelang perkawinan menurut pemangku adat Ogan Ilir merupakan kedua calon mempelai dikumpulkan dalam satu rumah, yang tujuannya untuk mempersiapkan diri untuk melakukan akad nikah kemudian apabila telah siap kedua calon mempelai, maka akan dipanggil untuk melaksanakan akad nikah.

Daftar Pustaka

Yusril.2000.Kompilas Adat Istiadat.Pusda 2764.

_____.2001. KOmpilasi Adat Istiadat d.t.II Musibanyuasin.

_____.2000. Kedudukan dan Peranan Lembaga-lembaga adat diSum-Sel setelah berlaku UU.no.5 Tahun 1979. Kabupaten d.II OKU.

Haris, Yusman.2006. Bumi Serasan Sekate dan Penduduk.Palembang.

Susilawati.2007. Tinjauan hukum islam tentang adat pelangkahan dikelurahan 36 ilir tangga buntung, Palembang.IAIN Raden Fatah Palembang.



* Makalah ini disusun oleh : Renita ( 0714 035 ) Soleh Abriansyah ( 0714 040) dan Winda Yunita Dewi ( 0714 044 )

[1] Terang namanya, dapat dilihat dalam pembahasan berasan.

[2] pintaan adalah sesuatu barang yang diminta oleh calon mempelai perempuan kepada calon mempelai laiki-laki, biasanya berupa barang ( emas, kosmetik, seperangkat alat sholat, dll ).

[3] Gegawan dan tiga tenong ini sejenis pintaan yang dimintai oleh calon mempelai perempuan. Disini, maksudnya, khusus kain, bahan busana ataupun barang seperti cincin atau gelang.

[4] Rasan Tuo adalah kedua belah pihak keluarga calon mempelai laki-laki dan perempuan menjodohkan anak mereka masing-masing dengan tujuan untuk mempererat tali keutuhan keluarga.

[5] Memasang pagar sama halnya dengan Tunangan.

[6] Kumpul kebo istilah yang dipakai anak muda, yang dimaksudkan tidak ada pernikahan dan kumpul didalam satu rumah antara laki-laki dan perempuan.